10 Bahaya Bidah dalam Agama
Bid’ah dalam agama adalah perkara yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Bid’ah di sini adalah tata cara beragama yang tidak ada tuntunannya dari syari’at. Imam Asy-Syathibi (wafat 790 H) menjelaskan definisi bid’ah sebagai berikut:
طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية، يقصَد بالسلوك عليها المبالغة في التعبد لله سبحانه
“Bid’ah adalah sebuah tata cara beragama yang diada-adakan, menyerupai syariat, dilakukan dengan maksud berlebih-lebihan dalam ibadah kepada Allah Subhanah.” (Al-I’tisham, 1/37)
Bid’ah dalam agama selain terlarang juga memberikan bahaya bagi pelakunya. Di antaranya berikut ini:
Pertama: Amalan bid’ah-nya tertolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Kedua: Bid’ah merupakan kesesatan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap memulai khotbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An-Nasa’i,
مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ ، إِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An-Nasa’i no. 1578, disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan An-Nasa’i)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan taat kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunahku dan sunah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. At-Tirmidzi no. 2676. ia berkata, “Hadis ini hasan sahih”)
BACA JUGA: Hukum Belajar Ilmu Alat kepada Ahlul Bidah
Ketiga: Pelaku bid’ah sulit bertobat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Sungguh Allah menghalangi tobat dari setiap pelaku bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Ausath no.4334. Disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 54)
Keempat: Terhalangi dari telaga Rasulullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di Al-Haudh (telaga). Lalu ditampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari Al-Haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku’. Allah berfirman, ‘Engkau tidak tahu (bid’ah) yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.’“ (HR. Bukhari no. 6576, 7049)
Dalam riwayat lain disebutkan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabb), sungguh mereka bagian dari pengikutku.” Lalu, Allah berfirman, “Sungguh engkau tidak tahu bahwa sepeninggalmu mereka telah mengganti ajaranmu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari no. 7050)
Al-’Aini ketika menjelaskan hadis ini, beliau berkata, “Hadis-hadis yang menjelaskan orang-orang yang demikian, yaitu yang dikenal oleh Nabi sebagai umatnya, namun ada penghalang antara mereka dan Nabi, dikarenakan yang mereka ada-adakan setelah Nabi wafat. Ini menunjukkan setiap orang mengada-adakan suatu perkara dalam agama yang tidak diridai Allah itu tidak termasuk jemaah kaum muslimin.
Seluruh ahlul bid’ah itu adalah orang-orang yang gemar mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada, juga orang-orang zalim dan ahli maksiat, mereka bertentangan dengan Al-Haq.
Orang-orang yang melakukan itu semua, yaitu mengganti (ajaran agama) dan mengada-ada apa yang tidak ada ajarannya dalam Islam termasuk dalam bahasan hadis ini.” (Umdatul Qari, 6/10)
BACA JUGA: Hadis “Allah Menghalangi Tobat Pelaku Bid’ah”
Kelima: Bid’ah merupakan maksiat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
انَّهُ سَيَلِي أَمْرَكُمْ مِنْ بَعْدِي رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ ، وَيُحْدِثُونَ بِدْعَةً ، وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلَاةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا ” ، قَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ بِي إِذَا أَدْرَكْتُهُمْ ؟ قَالَ : ” لَيْسَ يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ طَاعَةٌ لِمَنْ عَصَى اللَّهَ ” ، قَالَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ
“Sungguh di antara perkara yang akan datang pada kalian sepeninggalku nanti, yaitu akan ada orang (pemimpin) yang mematikan sunah dan membuat bid’ah. Mereka juga mengakhirkan salat dari waktu sebenarnya.” Ibnu Mas’ud lalu bertanya, “Apa yang mesti kami perbuat jika kami menemui mereka?” Nabi bersabda, “Wahai anak Adam, tidak ada ketaatan pada orang yang bermaksiat pada Allah.” Beliau mengatakannya 3 kali. (HR. Ahmad no.3659, Ibnu Majah no.2860. Disahihkan Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 2864).
Keenam: Mendapatkan dosa jariyah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ، وَمَنِ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا يَرْضَاهَا اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا
“Barangsiapa yang sepeninggalku menghidupkan sebuah sunah yang aku ajarkan, maka ia akan mendapatkan pahala semisal dengan pahala orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Barangsiapa yang membuat sebuah bid’ah dhalalah yang tidak diridai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka ia akan mendapatkan dosa semisal dengan dosa orang-orang yang melakukannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Tirmidzi no.2677, ia berkata: “Hadis ini hasan.”)
BACA JUGA: Khotbah Jumat: Memuliakan Bulan Muharam Sesuai Petunjuk Rasulullah
Ketujuh: Merebaknya bid’ah merupakan tanda akhir zaman
Hadis dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
يا رسولَ اللهِ ! إنا كنا بشرٌ . فجاء اللهُ بخيرٍ . فنحن فيه . فهل من وراءِ هذا الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : هل من وراءِ ذلك الشرِّ خيرٌ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : فهل من وراءِ ذلك الخيرِ شرٌّ ؟ قال ( نعم ) قلتُ : كيف ؟ قال ( يكون بعدي أئمةٌ لا يهتدون بهدايَ ، ولا يستنُّون بسُنَّتي . وسيقوم فيهم رجالٌ قلوبُهم قلوبُ الشياطينِ في جُثمانِ إنسٍ ) قال قلتُ : كيف أصنعُ ؟ يا رسولَ اللهِ ! إن أدركت ُذلك ؟ قال ( تسمعُ وتطيع للأميرِ . وإن ضَرَب ظهرَك . وأخذ مالَك . فاسمعْ وأطعْ )
“Wahai Rasulullah, dulu kami orang biasa. Lalu, Allah mendatangkan kami kebaikan (berupa Islam), dan kami sekarang berada dalam keislaman. Apakah setelah semua ini akan datang kejelekan?”
Nabi bersabda, “Ya.”
“Apakah setelah itu akan datang kebaikan?”
Nabi bersabda, “Ya.”
“Apakah setelah itu akan datang kejelekan?”
Nabi bersabda, “Ya.”
Aku bertanya, “Apa itu?”
Nabi bersabda, “Akan datang para pemimpin yang tidak berpegang pada petunjukku dan tidak berpegang pada sunnahku. Akan hidup di antara mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan namun berjasad manusia.”
Aku bertanya, “Apa yang mesti kami perbuat wahai Rasulullah jika mendapati mereka?”
Nabi bersabda, “Tetaplah mendengar dan taat kepada penguasa, walau mereka memukul punggungmu atau mengambil hartamu, tetaplah mendengar dan taat.” (HR. Muslim no.1847)
Tidak berpegang pada sunah Nabi dalam beragama artinya ia berpegang pada sunah-sunah yang berasal dari selain Allah dan Rasul-Nya, yang merupakan ke-bid’ah-an.
Kedelapan: Disebut sebagai bukan golongan Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا ، فَقَالُوا : وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ ؟ قَالَ أَحَدُهُمْ : أَمَّا أَنَا ، فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ ، وَقَالَ آخَرُ : أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا ، فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ ، فَقَالَ : ” أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا ، أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Ada tiga orang mendatangi rumah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya tentang ibadah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Setelah diberitakan kepada mereka, sepertinya mereka merasa hal itu masih sedikit bagi mereka.
Mereka berkata, “Ibadah kita tak ada apa-apanya dibanding Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Bukankah beliau sudah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan juga yang akan datang?”
Salah seorang dari mereka berkata, “Sungguh, aku akan salat malam selama-lamanya (tanpa tidur).”
Kemudian yang lain berkata, “Kalau aku, sungguh aku akan berpuasa Dahr (setahun penuh) dan aku tidak akan berbuka.”
Dan yang lain lagi berkata, “Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan menikah selama-lamanya”.
Kemudian datanglah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam kepada mereka seraya bertanya, “Kalian berkata begini dan begitu. Adapun aku, demi Allah, adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian, dan juga paling bertakwa. Aku berpuasa dan juga berbuka, aku salat dan juga tidur serta menikahi wanita. Barangsiapa yang benci sunahku, maka bukanlah dari golonganku.” (HR. Bukhari no.5063)
Kesembilan: Bid’ah itu merusak hati
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
الشرائع أغذية القلوب، فمتى اغتذت القلوب بالبدع، لم يبق فيها فضل للسنن، فتكون بمنزلة من اغتذى بالطعام الخبيث
“Syariat-syariat Islam (yang sahih) adalah gizi yang menyehatkan hati. Ketika anda memberi nutrisi bagi hati anda berupa kebid’ahan, maka tidak akan ada lagi keutamaan sunah-sunah Nabi dalam hati anda. Ini sebagaimana orang yang makan makanan yang buruk.” (Iqtidha Shiratil Mustaqim, 2/104)
Kesepuluh: Mematikan sunah dan menjauhkan darinya
Seorang tabi’in, Hasan bin ‘Athiyah rahimahullah mengatakan,
ما ابتدع قوم بدعة في دينهم إلا نزع الله من سنتهم مثلها ولا يعيدها إليهم إلى يوم القيامة
“Tidaklah suatu kaum melakukan suatu perkara yang diada-adakan dalam urusan agama mereka (bid’ah) melainkan Allah akan mencabut suatu sunah yang semisal dari lingkungan mereka. Allah tidak akan mengembalikan sunah itu kepada mereka sampai kiamat.” (Lammud Durril Mantsur, hal. 21).
Ibnul Jauzi (wafat tahun 597H) berkata,
وقد لبس إبليس عَلَى خلق كثير من العوام يحضرون مجالس الذكر ويبكون ويكتفون بذلك ظنا منهم أن المقصود إنما هو العمل وإذا لم يعمل بما يسمع كان زيادة فِي الحجة عَلَيْهِ وأني لأعرف خلقا يحضرون المجلس منذ سنين ويبكون ويخشعون ولا يتغير أحدهم عما قد اعتاده من المعاملة فِي الربا والغش فِي البيع والجهل بأركان الصلاة والغيبة للمسلمين والعقوق للوالدين
“Iblis telah menipu kebanyakan orang awam, yaitu mereka yang menghadiri majelis-majelis yang membuat mereka menangis dan mereka merasa puas dengannya. Mereka menyangka itulah tujuan dan itulah amalan kebaikan. Jika mereka tidak mengamalkan apa yang mereka dengan dalam majelis-majelis itu, mereka akan dituntut di akhirat kelak. Dan sungguh aku mengenal orang yang menghadiri majelis-majelis tersebut bertahun-tahun, menangis dan merasa puas dengannya, namun tidak ada yang berubah dari kebiasaannya bermuamalah riba, berbuat curang dalam jual-beli, jahil terhadap rukun-rukun salat, menggibahi orang lain, dan durhaka terhadap orang tua.” (Talbis Iblis, 1/348)
Demikian sebagian bahaya bid’ah yang mengancam pelakunya. Semoga membuat kita semakin takut dan waspada terhadap ke-bid’ah-an dan semakin semangat menjalankan apa-apa yang dituntunkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Wallahu waliyyut taufiq was-sadad.
BACA JUGA: Pedoman Puasa di Bulan Muharam
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel asli: https://muslim.or.id/82851-10-bahaya-bidah-dalam-agama.html